Bagaimanakah melakukan sujud syukur? Apa saja hadits-hadits yang menerangkan hal ini?
Kitab Shalat
بَابُ سُجُوْدُ السَّهْوِ وَغَيْرُهُ مِنْ سُجُوْدِ التِّلاَوَةِ وَالشُّكْرِ
Bab: Sujud Sahwi dan Sujud Lainnya Seperti Sujud Tilawah dan Sujud Syukur
Hadits 9/347
Sujud Syukur Ketika Ada Sebab
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا جَاءَهُ أَمْرٌ يَسُرُّهُ خَرَّسَاجِداً للهِ. رَواهُ الْخَمْسةُ إلاَّ النّسائيَّ.
Dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila menerima kabar gembira, beliau segera sujud kepada Allah. (Dikeluarkan oleh yang lima kecuali An-Nasai) [HR. Abu Daud, no. 2774; Tirmidzi, no. 1578; Ibnu Majah, no. 1394; Ahmad, 34:106. Sanad hadits ini dhaif menurut Imam Nawawi dan Ibnu ‘Abdil Hadi].
Hadits 10/348
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ عَوْفٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَجَدَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَطَالَالسُّجُودَ، ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَه، وقَالَ: «إنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي، فَبَشَّرَنِي، فَسَجَدْتُ للهِ شُكْراً». رَوَاهُأَحْمَدُ، وَصَحَّحَهُ الحَاكِمُ.
Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah sujud, beliau memperpanjang sujud itu, kemudian beliau mengangkat kepala dan bersabda, “Sesungguhnya Jibril datang kepadaku dan membawa kabar gembira, maka aku bersujud syukur kepada Allah.” (HR. Ahmad dan hadits ini dinilai sahih oleh Al-Hakim). [HR. Al-Hakim, 1:550; Ahmad, 3:201, 3:200. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan dalam Minhah Al-‘Allam, 3:261 mengatakan bahwa hadits ini tidaklah masalah].
Hadits 11/349
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ عَلِيّاً إلى الْيَمَنِ ـفَذَكَرَ الحَدِيثَ ـ قَالَ: فَكَتَبَ عَليٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بِإسْلاَمِهِمْ، فَلَمَّا قَرَأَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْكِتَابَ خَرَّ سَاجِداً، رَوَاهُ الْبَيْهقِيُّ.
وَأَصْلُهُ فِي الْبُخَارِيِّ.
Dari Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus ‘Ali ke negeri Yaman. Kemudian hadits itu menyebutkan, ‘Ali mengirim surat tentang keislaman mereka. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat itu, beliau langsung sujud syukur kepada Allah atas berita tersebut. (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi yang asal hadits ini dari Al-Bukhari). [HR. Al-Baihaqi, 2:369. Asal hadits ini dalam Al-Bukhari, no. 4349]
Faedah hadits
- Hadits ini jadi dalil disyariatkannya sujud syukur ketika ada sebab dan hukumnya sunnah.
- Sujud syukur itu dilakukan karena (1) hudutsun ni’mah (mendapatkan nikmat besar) atau (2) indifa’ niqmah(selamat dari musibah besar) yang dialami diri (seperti mendapatkan keturunan) ataukah umum oleh kaum muslimin.
- Sujud syukur dilakukan ketika mendapatkan nikmat besar yang baru, bukan nikmat yang didapati terus menerus, seperti nikmat Islam, nikmat sehat, nikmat merasa cukup dari membutuhkan manusia (ghinaa ‘anin naas). Nikmat yang terus menerus didapat tidaklah disyariatkan sujud syukur. Karena nikmat seperti itu didapati terus-menerus, tidak terputus. Kalaulah disyariatkan sujud untuk hal semacam itu, umur manusia bisalah habis karena melakukan sujud saja. Syukur untuk nikmat yang didapati terus menerus adalah dengan beribadah dan taat kepada Allah.
- Ka’ab bin Malik pernah sujud syukur kepada Allah karena mendapatkan berita bahwa taubatnya diterima oleh Allah. Kejadian ini ada di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada masa turunnya wahyu, sehingga menunjukkan disyariatkannya sujud syukur.
- Sujud syukur dilakukan seperti melakukan sujud dalam shalat, yaitu memenuhi syarat: (1) bersuci, (2) menghadap kiblat, (3) melakukannya seperti sujud dalam shalat (menempelkan tujuh anggota tubuh), (4) menutup aurat. Memenuhi seperti ini lebih selamat dari perselisihan para ulama yang ada. Cara sujud syukur adalah seperti sujud tilawah ketika dilakukan di luar shalat.
- Sujud syukur dibolehkan dilakukan di kendaraan bagi musafir dengan imaa’ (isyarat).
- Jika sujud syukur luput, maka tidak perlu mengqadha’nya.
- Sujud syukur dilakukan di luar shalat. Sujud syukur tidak boleh dilakukan di dalam shalat. Jika sujud syukur dilakukan di dalam shalat, shalatnya batal jika mengetahui keharamannya.
Referensi
- Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga. 3:259-262.
- Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah. Cetakan pertama, Tahun 1443 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Musthafa Az-Zuhaily. Penerbit Maktabah Daar Al-Bayan. 1:568-573.
—
Diselesaikan 15 Shafar 1444 H, 12 September 2022
@ Darush Sholihin Pangggang Gunungkidul
Artikel Rumaysho.Com